-->
mrioaldino
mrioaldino Optimistic man!

Arah Pendidikan Indonesia, Menuju Indonesia Emas 2045!

1 komentar



‘’Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia’’-Nelson Mandela
Entah percaya atau tidak, kalimat ajaib dari Nelson Mandela itu benar adanya. Memperoleh pendidikan yang layak ialah hak setiap manusia, pendidikan tidak hanya tentang bagaimana manusia menanggapi sains, bagaimana cara manusia menciptakan suatu perubahan, namun cara bersikap dan berperilaku tentu termasuk ke dalam unsur penting pendidikan. Tidak akan berguna sebuah pistol ditembakan jika tanpa peluru di dalamnya, begitu pula pendidikan tidak akan terasa ampuh teori-teori yang diperaktikan jika manusia tak mampu bersikap dengan baik dan santun terhadap ilmu yang dimiliki. Dan yakinlah, setiap hal yang kita lakukan tentu berpotensi menjadi sebuah ilmu pengetahuan baru, karena pendidikan itu luas maknanya tak hanya terpaku pada satu cabang ilmu pengetahuan. Otak manusia itu sejatinya liar dalam berfikir, bahkan satu ide sederhana yang dihasilkan oleh otak manusia saja dapat mengubah peradaban. Itulah kenapa Nelson Mandela berujar seperti itu, ya karena pendidikan yang dihasilkan manusia itu bervariasi adanya, tidak berlaku statis namun bergerak dinamis menuju arah perubahan yang positif. Namun, terkadang manusia mudah terlena dengan ilmu pengetahuan yang mereka miliki, pendidikan dan ilmu pengetahuan yang diterima ternyata masih kerap kali disalah artikan, inilah tandanya jika otak dan hati masih sangat sulit untuk sinkron, tentu idealisme itu dianjurkan namun tetap harus realistis juga rasanya. Masalah-masalah seperti inilah yang harus segera diluruskan, tentunya kita tidak mau jika senjata yang dimaksud ialah senjata yang dapat mengakibatkan kehancuran zaman, hanya karena kesalahan manusia dalam menerapkan sebuah sistem pendidikan. Terlepas dari pemaparan tersebut, bagaimana nasib pendidikan di Indonesia yang notabene penduduknya sangat terbuka dalam menerima arus globalisasi, akankah globalisasi merubah cara masyarakat Indonesia dalam menyikapi pendidikan?
tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, di depan memberi teladan) mungkin inilah sebuah kenangan yang ditinggalkan bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara untuk anak-anak bangsa di era sekarang, kalimat tersebut menjadi salah satu semboyan penting bagi pendidikan Indonesia. Pendidikan di tanah air terus menuju arah pembenahan, meski data terakhir dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tahun 2017 menunjukan jika sistem pendidikan Indonesia masih bercokol di peringkat ke-57 dari total 65 negara, sementara di urutan pertama sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia masih dipegang oleh negara Finlandia. Merujuk pada data tersebut, tentu peringkat ke-57 belum terlalu baik untuk Indonesia yang mana siswa-siswinya kerap meraih penghargaan pada ajang-ajang olimpiade sains internasional. Indonesia adalah gudang bagi mereka yang mampu merubah peradaban dengan pendidikan, sebut saja R. A. Kartini dengan kegigihanya memperjuangan emansipasi wanita kala itu, mantan presiden ketiga Indonesia B. J. Habibie dengan kecerdasanya dalam mengembangkan sektor kdirgantaraan Indonesia, ataupun tokoh yang telah kita sebut diawal Ki Hajar Dewantara seorang pelopor pendidikan bagi Indonesia. Namun ingat, itu adalah mereka yang dahulu, mereka yang berjaya pada masanya, lantas bagaimana dengan realitas para pengenyam pendidikan masa ini tepatnya para pemuda/I calon generasi penerus bangsa, masih adakah yang segigih mereka sepertihalnya di masa lalu? Dirasa masih ada, namun intensitasnya saja yang tak sesuperior dulu. Orang-orang Indonesia mulai tampak apatis dalam menanggapi nasib bangsa, mereka yang hidup pada era millenials ini terlalu asyik dengan fasilitas teknologi yang mereka miliki, padahal mereka tahu jika masa depan bangsa ini bergantung ditangan mereka pemuda/I yang hidup pada zaman ini, puncaknya ialah ketika Indonesia memasuki tahun emas pada 2045 dimana dapat diprediksi bagi mereka yang hidup pada zaman ini yang rentang umurnya sekitar 20 tahunan tentu akan memasuki usia matang untuk menjadi seorang pemimpin bangsa pada era Indonesia emas mendatang, namun itu semua akan terasa percuma jika mental calon penerus generasi bangsa ini telah dirusak dengan arus perkembangan zaman yang semakin ekstrem ini. Tak dapat dipungkiri jika sistem pendidikan di Indonesia memang kerap bergonta-ganti mungkin karena harus menyesuaikan dengan perkembangan era, beda era maka beda juga cara peserta didik dalam menyerap ilmu pengetahuan yang diberikan. Pemerintah Indonesia masih mencari formasi yang tepat agar bibit-bibitnya tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila dan mengutamakan pendidikan tinggi untuk mewujudkan cita-cita. Karena dapat kita sadari, begitu mudahnya globalisasi merubah tatanan hidup masyarakat dunia termasuk Indonesia, memang kita harus selalu siap menerima perubahan ini karena akan sulit bagi kita untuk menolak perubahan zaman bahkan dapat dibilang mustahil bisa. Bila membandingakan presentase mengenai dampak positif maupun negatif dari perkembangan zaman ini terhadap pola kehidupan manusia mungkin akan bernilai seimbang, tak semuanya buruk dan tak semuanya juga positif ini hanyalah masalah bagaimana individu menanggapinya. Dirasa anak muda zaman ini mulai mengalami yang namanya degradasi moral atau kemerosotan nilai moral, demokrasi media yang seharusnya diperuntukan untuk membangun citra positif bangsa malah kerap dipergunakan untuk menjatuhkan suatu pihak, tentu ini memperlihatkan betapa kejamnya dunia digital dibandingkan realita yang sebenarnya, kemajuan teknologi yang juga berperan sebagai media pendidikan ini seharusnya dimanfaatkan oleh masyarakat terkhususnya anak muda untuk mengukir prestasi bahkan mengangkat citra positif bangsa di dunia Internasional bukan untuk memecah belah persatuan. Hal inilah yang mengakibatkan mengapa kualitas pendidikan negeri kita masih kerap dipandang tertinggal oleh negara pesaing.
Lantas apakah separah itukah dampak globalisasi dalam merubah tatanan kehidupan masyarakat Indonesia terutama dalam mengenyam pendidikan? Jika kita menengok ke belakang dan membandingkan cara-cara orang zaman dahulu menempuh pendidikan dan belajar terhadap cara anak-anak zaman sekarang dalam belajar, memang terlihat perbedaan yang sangat signifikan. Zaman dahulu teknologi belum secanggih dan sekompeks era sekarang, anak-anak zaman dulu memang lebih mangandalkan buku-buku serta karya literatur yang terpajang diperpustakan untuk dipelajari dan memperkaya ilmu pengetahuan dan itu mereka jalani dengan sepenuh hati serta semangat tinggi, hasilnya pun dapat mereka nikmati di masa depannya. Nah, berbeda halnya dengan generasi millenials sekarang, dengan akses ilmu pengetahuan yang semakin mudah dengan adanya modernisasi teknologi tentu tak sulit bagi mereka untuk belajar, mereka tak harus terus-menerus hadir ke perpustakan untuk meminjam buku karena mesin pencari di internet dapat menyajikan kebutuhan tersebut dengan mudah, cepat dan lengkap. Namun ironisnya, teknologi yang dimaksud malah lebih sering dipergunakan untuk melakukan aktivitas hiburan lain dibanding belajar, untuk belajar pun siswa hanya mencopy-paste bahan materi tanpa ada niat untuk membaca isi pesan yang disampaikan. Maka jangan heran jika angka remaja malas di Indonesia lumayan tinggi, jika menurut OECD sistem pendidikan Indonesia menduduki peringkat ke-57 maka berdasarkan studi Most Littered Nation In the World 2016 minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara dan ini sangat mengkhawatirkan. Selain itu, Pengaruh internet juga semakin menumbuhkan sikap individualisme serta apatis masyarakat Indonesia terhadap lingkungan sosial, padahal jika ini terus berlanjut bukan tidak mungkin rasa solidaritas dan toleransi masyarakat akan semakin terkikis. Jika dengan sesama manusia saja sudah saling apatis, apalagi dengan bangsanya sendiri bisa-bisa tak ada sedikitpun niat dari masyarakat terutama generasi muda untuk memajukan bangsa.
Peran keluarga memang sangat dominan disini, keluarga adalah orang pertama yang dihadapi seorang anak ketika terlahir ke dunia. Memang sejatinya seorang anak mendapat perhatian penuh dari keluarga sejak ia kecil, karena dengan hidup di lingkungan yang positif mental seorang anak akan terbentuk baik. Mereka diyakini akan mudah menentang zaman dan melakukan hal-hal terbaik dalam kehidupan mereka. Selain keluarga, peran sekolah, pendekatan agama juga harus dikuatkan serta pemerintah harus segera mencari solusi untuk menuntaskan masalah pendidikan ini, selalu tekankan kepada anak-anak muda bangsa untuk senantiasa cinta dan rela berkorban untuk Indonesia. Yakinlah bangsa Indonesia akan menjadi kuat dimasa mendatang tepatnya di 2045 dengan kualitas anak mudanya yang mumpuni.


Note : Essay ini sempat saya ikutkan di lomba Essay PPI Hongaria namun kalah, but semoga tulisan ini bermanfaat ya.

mrioaldino

1 komentar

  1. SAAT INI SUDAH WAKTUNYA BERALIH KE YANG LEBIH MUDAH, DOWNLOAD APLIKASI MYDRAKOR DI GOOGLEPLAY, nonton film drama korea dia aplikasi MYDRAKOR, tinggal Download di GooglePlay secara gratis, banyak drama terbaru.

    https://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main

    https://www.inflixer.com/





banner



Klook.com