Aku
tak tahu sampai kapan bangsaku akan kuat menahan gempuran paham radikal, sampai
kapan jati diri bangsaku ini akan tetap kokoh menahan segala terjangan otak
kotor. Namun, yang aku tahu jika Indonesia terbentuk atas dasar perjuangan
seluruh rakyatnya, atas dasar darah, keringat dan air mata suci para
pendahulunya, sampai kapanpun bangsa ini akan tetap ada dan akan selalu kuat
menahan segala bentuk propaganda yang siap meruntuhkan moral bangsa.
Sedih, hancur, bahkan
terhempas rasanya ketika melihat jiwa-jiwa yang tak bersalah melayang begitu
saja tanpa ada penjelasan mengapa mereka harus meregang nyawa dengan cara-cara
yang tak manusiawi seperti itu. Terorisme? Siapa bangga jadi teroris, aku
bahkan sempat bingung menafsirkan sang teroris, sebenarnya mereka itu pelaku
atau korban ya? Tentu, mereka pelaku
namun mereka juga korban, iya korban atas doktrin yang berbelok. Sedikit
mengkomparasikan tentang gambaran teroris zaman Bom Bali 1 dengan teroris zaman
sekarang. Berbagai perbedaan mencolok terlihat, mulai dari kualitas bom yang
diledakan hingga sasaran teror. Dahulu organisasi teror yang paling terkenal di
Indonesia bernama Jamaah Islamiyah, JI dikenal berafiliasi dengan paham-paham
Al Qaeda dan sasaran mereka sendiri ialah bangsa Amerika yang menurutnya adalah
musuh karena kerap menjajah negara-negara muslim. Dalam melakukan aksi teror,
JI sangat memperhatikan yang namanya perhitungan matang mulai dari lokasi
sasaran hingga daya ledak bom yang sangat dahsyat, contohnya ialah peristiwa
ledakan Bom Bali satu pada tahun 2002 silam yang mengakibatkan sekitar 200
lebih jiwa melayang saat itu dan rata-rata korban adalah WNA. Sementara pada
akhir-akhir ini pasca mencuatnya paham organisasi radikal ISIS, munculah sebuah
organisasi teror lainya bernama Jamaah
Anshar Daulah (JAD) di Indonesia. Berbeda dengan JI yang berafiliasi dengan Al
Qaeda, JAD adalah organ yang berafiliasi dengan ISIS. Orang-orang JAD
menganggap jika siapapun pihak yang tak sejalan dengan pemahaman mereka, maka
dapat dibilang orang-orang tersebut adalah kafir bagi mereka dan darah mereka
halal untuk dibunuh. Dalam hal ini, ISIS dan JAD mengkategorikan jika
pemerintah NKRI dan aparat keamanannya ialah kafir karena berusaha untuk
menghalangi langkah mereka untuk mendirikan negara islam yang berdaulat. Oke,
sekarang dari segi pelaku teror, entah kenapa pelaku teror saat ini tak pandang
usia dan status. Pada masa JI para pelaku teror dikenal memiliki latar belakang
yang ciamik seperti mantan aparat keamanan, mantan pekerja negara, bahkan
orang-orang berpendidikan. Namun, faktanya saat ini kebanyakan para pelaku
teror adalah mereka warga sipil biasa yang telah terpapar doktrin menyimpang.
Bahkan ironisnya anak-anak yang sejatinya tak harus tahu akan problematika ini
malah terseret menjadi aktor di balik aksi teror. Khusus untuk anak-anak, mari
kita asumsikan mereka sebagai korban.
Lantas kenapa mereka
dengan mudahnya di sesaki oleh paham radikal? Dirasa pemerintah Indonesia telah
melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir bibit-bibit teroris ini untuk
terus tumbuh di NKRI. Masalahnya ialah sebagian dari mereka yang terkena
doktrin ini adalah mereka yang salah menafsirkan arti jihad. Jihad (Arab: جهاد)
menurut syariat Islam adalah berjuang dengan sungguh-sungguh.Jihad dilaksanakan
untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan Din (atau bisa diartikan
sebagai agama) Allah atau menjaga Din tetap tegak, dengan cara-cara sesuai
dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran. Dalam beberapa kasus
belakangan, nampak para pelaku teror menganggap diri mereka telah berjihad
namun apa yang mereka tegakan sama sekali tak merujuk kepada garis perjuangan Rasul
dan Al-Quran. Membunuh mereka yang tak bersalah, meledakan mereka yang tak tahu
apa-apa dirasa sangat tak patut untuk di terima. Siapapun kalian menamai diri
kalian, jika tetap menyangkut tindak terorisme maka itu tetaplah salah. Jalan
Islam yang kalian tempuh itu salah!
‘’Please, stop it! Really, anyone has right to
life. We never frightful on all threat especially terrorism’’
Mungkin untuk menyadarkan kalian yang sudah terpapar sangatlah sulit
bagi kami, namun kami berkeyakinan bahwa anda masih bisa di luruskan. Tapi
mohon, jangan libatkan anak-anak itu, mereka tak tahu apa-apa, mereka masih
terlalu lugu untuk diajak bermain api. Cara terbaik untuk menumpas aksi
terorisme ini ialah persatuan, kita sebagai masyarakat, pemerintah, dan elemen
lainnya harus terus bersatu menunjukan pada mereka jika NKRI itu kuat loh, kita
punya nafas yang tak akan pernah berhenti menghela. Ingat satu hal, kau ledakan
satu dari kami maka akan kami lahirkan kembali seribu manusia lebih kuat dari
itu.
Dan saya sangat mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia yang baru
saja mengesahkan Revisi Undang-undang (RUU) No. 15 tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Antiterorisme) menjadi undang-undang. Semoga
dengan adanya UU ini sebagai landasan hukum tentang tindak terorisme dapat
menjadi acuan untuk meminimalisisr segala tindak teror yang dapat terjadi.
#KitaCintaIndonesia
#KamiTidakPernahTakut