Sebelumnya
aku bahkan kita tidak pernah menyangka kalau akan ada musibah besar yang
disebabkan oleh wabah di era modern seperti saat ini, namun apapun itu semua
bisa saja terjadi jika tuhan berkehendak. Setidaknya dari akhir 2019 dunia
menjadi kocar-kacir di bombardir wabah Corona Viruses atau biasa disebut COVID19 dan sudah sekitar 3 bulan pula
rumahku Indonesia disinggahi oleh mikroba tak kasat mata ini. Apa yang terjadi
sekarang dengan Indonesia? Wahh kacau men, penyebaran virus ini semakin massif dan
hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Semua aspek kehidupan terkena
dampak yang cukup signifikan buruknya mulai dari melemahmnya kualitas
perekonomian negara, panic buying, akses
dan tenaga kesehatan yang semakin kewalahan, hingga berbagai tindak
kriminalitas kerap terjadi dikarenakan situasi yang rumit saat ini. Baik mereka
yang telah terinfeksi maupun yang tidak terkontaminasi pun terkena dampak ini, mungkin
saat ini hanya korona yang mampu membuat manusia harus merasa mawas diri dan lebih
peka akan pentingnya kebersihan lingkunan, dan korona lah pula yang mampu
memenjarakan jutaan umat manusia di rumah atau kediaman mereka sendiri.
Saat
ini, ketika berkeliaran diluar rumah maka kemungkinan tubuh untuk terinfeksi
COVID19 semakin besar mengingat jumlah kasus positif Korona di Indonesia
sekarang saja sudah menembus angka lebih dari 20.000 kasus, that’s ironic and dreadful. Dilihat dari
siklus cara masyarakat Indonesia dalam menanggapi kasus penyebaran virus ini
pun bervariasi, sebagian oknum peduli akan tagar #StayAtHome, sebagian lagi
membangkang dan merasa kebal akan segala-galanya, dan beberapa yang lain malah
memanfaatkan momentum untuk mencari sensasi atau mencari keuntungan pribadi.
Sulit memang untuk mengatur dan menyamakan isi kepala 200 juta lebih masyarakat
di negeri ini, Indonesia negara multikultural yang terdiri atas ribuan bahkan
jutaan adat dan kepercayaan maka tak heran jika kita hidup secara diversity dan multi-attitude pula, belum
lagi kondisi geografisnya berupa kepulauan yang terpisah satu sama lain sehingga
bisa saja mengakibatkan masyarakat tumbuh dengan ciri dan karakter keperibadian
yang berbeda-beda pula bahkan berdasarkan daerah yang dihuni, sebagian ada yang
berwatak keras, lembut, glamor, open-minded
bahkan skeptic semuanya tumbuh
dan hidup di Indonesia maka tak heran pula jika isu-isu toleransi sering
menjadi salah satu bumbu sedap yang kerap di masak oleh media-media saat ini
kemudian disajikan sebagai berita hangat karena mengandung high-rating. Kemajuan
teknologi modern di era ini pun juga memiliki peran krusial bagi orang-orang
dalam menyampaikan sikap akan suatu hal terutama dalam menanggapi isu Virus
COVID19 ini, tak jarang pula akhir-akhir ini beberapa public figure kerap terseret kasus dalam memberikan tanggapan yang
keliru perihal COVID19 melalui social media dan akhirnya merekapun harus siap
menanggung resiko terkena hukum sosmed ala netizen (Bullying attack), namun banyak pula dari mereka yang memanfaatkan
peran positif social media dalam menyebarkan kebaikan dan keuntungan bagi sesama
mulai menjadikanya sebagai sarana untuk menghimpun infaq sedekah atau sekedar
membagikan informasi bermanfaat dan saling support.
Beginilah sedikit gambaran mengapa masyarakat, kamu, aku, bahkan kita sangat
sulit diatur ditengah pandemi ini ya salah satunya karena DNA kita yang
beragam. Sedikit catatan kecil : mari belajar dari apa yang telah terjadi di
Italy, dan mari berlajar pula dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah
dan masyarakat Vietnam, keduanya saling kontradiktif dalam menangani pandemi ini
dan banyak hal yang dapat kita jadikan pelajaran.
Pasca
dua bulan lebih dirumah saja ternyata batin mulai tertekan menuntut kebebasan
namun harus terus tertahan hingga batas waktu yang memungkingkan. Berbagai cara
pun telah dilakukan untuk terlihat tetap produktif dan killing time, mulai dari
berkumpul dengan keluarga, main game, nimbun cemilan, belajar, work out,
beres-beres rumah, dan lain-lain lagi. Aku rindu juga nongkroong di kedai kopi
kawanku, aku kangen juga ngebolang sana-sini tak karuan waktu, dan aku pun rindu
untuk interview kerja kesana-kemari untuk sekedar menyambung kehidupan di Jakarta
(Maaf aku masih nganggur baru lulus hee). Sekarang aku, kamu, dan kita tidak
hanya berperang melawan pandewi COVID19 namun juga berperang melawan waktu,
makin hari makin dituntut untuk sabar, makin kesini makin diingatkan untuk harus tetap hidup baik walau faktanya sulit. Bukan hanya kita di Indonesia, namun
miliaran orang di dunia ini tengah menantikan kebebasannya, semua ingin kembali
normal dan berharap bisa mampir kesana-kemari lagi tanpa harus dihantui rasa
takut dan anxiety, dan ini untuk
pertama kalinya pun aku merasa rela untuk disamakan oleh orang lain karena
kenyataanya berbicara demikian, aku dan kalian sama-sama harus taat aturan, aku
dan kalian sama-sama tekena imbasnya, lalu aku dan kalian memang sama-sama
harus selalu sabar dan ikhlas dengan keadaan. Mungkin bukan ragaku, namun
COVID19 benar-benar telah menyerang batinku, ada saatnya virus datang namun ada
saatnya pula virus harus pulang, semoga tidak lama lagi ya kita kembali bisa
berkumpul bersama tanpa harus terbelenggu ruang dan waktu lagi. Sungguh aku
rindu dunia luarku. Kepada COVID19, please,
set me free! Biarkan aku
bebas dan sendiri tanpa harus kalian temani lagi.