Berseteru
karena perbedaan itu lumrah, namun bersatu karena perbedaan itu langkah. Maka
beruntunglah anak-anak negeri yang berselimut dalam “Bhineka Tunggal Ika” – M. Rio Aldino
Sadar atau tidak, semakin maju zaman maka gesekan antar umat yang berbeda pun semakin lumrah terjadi baik dilirik dari sisi humanisme seperti konflik antar suku, ras, golongan dan kepentingan, hingga sisi spiritualisme yaitu konflik atas nama agama dan kepercayaan. Sekat-sekat yang membentengi privasi umat manusia seolah-olah runtuh tatkala teknologi dan media baru muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat dunia, bahkan Marshal Mc.Luhan dalam bukunya “Understanding Media” pada tahun 1960-an sudah meramalkan bahwa suatu saat nanti, media dengan perantaraan teknologi komunikasi akan membuat dunia menjadi seperti sebuah desa global (global village) yang terhubung satu dengan yang lain tanpa ada hambatan batas wilayah dan jarak. Saat ini siapapun berhak bersuara menyatakan perspektif masing-masing, bila opini yang disalurkan bernuansa positif maka dapat menjadi wadah untuk manusia saling bersatu dan mendukung dalam kebaikan satu sama lain, namun apa jadinya jika pendapat yang disalurkan bernada negatif maka bisa saja hal tersebut dapat menyurut api amarah publik dan mempersuasi masyarakat untuk saling berkonfrontasi satu sama lain. Dapat dibilang isu “Toleransi” menjadi hal yang sangat gampang di masak oleh media masa saat ini, terkadang tidak perduli hati umat dan etnis mana yang tercabik-cabik, yang terpenting rating tetap meroket dan profitable. Disisi lain, tak jarang pula kemajuan teknologi ini dimanfaatkan oleh sekelumit oknum penguasa untuk melakukan kontrol penuh terhadap public mereka.
![]() |
Source : Olah Data Pribadi |
Realitanya, hampir setiap hari akan selalu ada pemberitaan miring tentang kasus-kasus intoleransi baik dalam sekala global ataupun nasional, meskipun tak jarang juga kita menemui kabar berita yang mempublikasikan perihal keharmonisan dalam perbedaan. Tentu sebagian dari kalian masih mengingat beberapa tragedi kelam kasus intoleransi di Indonesia seperti pengeboman berbagai tempat ibadah, kekerasan terhadap etnis Indonesia Timur dan Tionghoa, konflik Poso, dan lain sebagainya. Bukanya ingin menguak luka lama namun ini adalah histori bangsa yang harus menjadi bahan pelajaran bagi kita semua dalam menyikapi berbagai isu perbedaan yang ada di bumi nusantara, bukankah perbedaan itu indah teman-teman?.
Berbeda itu Unik, Berbeda itu Asik!
“Pada suatu hari tatkala umat Islam
tengah merayakan idul fitri, Pak Agus dan keluarga telah mempersiapkan berbagai
hidangan lebaran seperti opor ayam, ketupat, dan lain sebagainya dan tak lupa
pula selepas sholat ied ia melakukan tradisi Open House dan mengundang kerabat
serta sanak sudara untuk menikmati hidangan di rumahnya. Satu hal yang menarik,
tetangga Pak Agus yaitu Pak Imanuel dan keluarga yang notabene adalah umat
Nasrani turut di undang dan bersama-sama saling berbagi kebahagiaan idul fitri.
Ternyata hal serupa pun kerap dilakukan oleh keluarga Pak Imanuel kepada
keluarga Pak Agus ketika hari raya Natal tiba.”
![]() |
Source : Olah Data Pribadi |
Dari ilustrasi cerita di atas dapat
disimpulkan, bahwa perbedaan bukanlah halangan untuk membentuk suatu hubungan kerabat
yang harmoni. Jadi berbeda itu unik dan asik loh, dengan berbagai perbedaan manusia dapat belajar memahami makna
toleransi dan belajar berbagai hal baru satu sama lain. Ketika kalian merasa
berbeda suku dengan rekan kalian, bukankah kalian dapat saling bertukar cerita tentang
kebudayaan satu sama lain. Ketika kalian merasa berbeda agama dengan rekan
kalian, bukankah kalian dapat saling merangkul satu sama lain karena pada hakikatnya
setiap agama itu mengajarkan kebaikan dan kepatuhan terhadap sang pencipta.
Selain itu, dikutip dari sosial media conveyindonesia bahwa dengan adanya
Moderasi beragama tentu akan menciptakan keseimbangan dalam kehidupan beragama,
dan inilah akar kerukunan yang sesungguhnya. Tuhan saja selalu memberikan
toleransi kepada setiap umatnya, dan bagaimana bisa umatnya tidak memiliki rasa
toleransi dan empati terhadap sesama, kuncinya adalah dengan tidak
mengkotak-kotakan perbedaan dan mulailah memandang bahwa setiap ciptaan tuhan
itu setara, mayoritas harus menjadi pengayom yang bijak untuk para minoritasnya.
Terkhusus anak-anak bangsa Indonesia, bersyukurlah kita yang hidup di tanah
yang serba berkecukupan, ibaratnya Tuhan tengah menitipkan sekeping surga
bernama Indonesia kepada kita. Berbagai hal dapat dijumpai di negeri ini mulai
dari keelokan bentang alamnya, kekayaan sumber daya alam hayati dan non-hayati,
karya keseniannya yang unik, latar belakang sejarah yang menarik, serta
kemajemukan masyarakatnya. Lantas hal apa yang masih membuat kalian saling
bergelut? Bukankah setiap elemen tersebut sudah punya porsi masing-masing dan
setara, berbagai perbedaan inilah yang membuat Indonesia unik dan berbeda dari
bangsa-bangsa lainya, intinya Berbeda
Tetap Bersama.
Toleransi Menyeluruh!
Secara harfiah, toleransi berasal dari bahasa latin “tolerate” yang berarti bertahan, sabar atau membiarkan sesuatu yang terjadi. Secara umum pun tujuan toleransi adalah untuk :
- Memperkuat tali persaudaraan antar manusia
- Meningkatkan kekuatan iman dalam agama dan kepercayaan
- Mendorong terpenuhinya kata mufakat dalam bermusyawarah
- Meningkatkan rasa nasionalisme terhadap bangsa
- Dan lain sebagainya,
Meskipun
memiliki tujuan yang mulia, nyatanya dari zaman ke zaman acap kali di temukan
berbagai kasus intoleransi di dunia, berkaca dari berbagai isu dan polemik perihal
toleransi ini, tentu tidak akan ada habisnya. Tidak hanya di Indonesia,
berbagai kerusuhan dan ketegangan yang terjadi di berbagai negara di dunia
adalah buntut dari sikap intoleransi, misalnya dominasi Israel terhadap warga
Palestina yang masih terjadi hingga saat ini, berbagai perang saudara di
Negara-negara kawasan Afrika dan Timur Tengah, munculnya berbagai paham
terorisme seperti ISIS dan Al-Qaeda, dan lain sebagainya. Terkadang pemicu
konflik seperti ini adalah rasa fanatisme berlebih terhadap suatu paham, dan
hal inilah yang harus kita hindari sebagai umat manusia yang cinta damai. Oleh
karenanya, Negara Indonesia berfalsafah PANCASILA dengan semboyan “Bhineka
Tunggal Ika”, semua hal yang berbeda akan tetap terlihat satu dan terikat dalam
tali persaudaraan.
![]() |
Source : Olah Data Pribadi |
Toleransi
pun tidak hanya dilakukan terhadap sesama manusia ya, karena sifat ini harus
diterapkan secara menyeluruh kepada segala makhluk ciptaan tuhan, misal
berbagai bencana alam yang terjadi adalah buah dari keegoisan manusia terhadap
alam, penebangan hutan secara ilegal dapat mengakibatkan hutan gundul dan berbagai
hewan kehilangan habitat muasalnya, membuang sampah sembarangan ke aliran
sungai tentu mengakibatkan debit air meningkat hingga menimbulkan malapetaka
banjir bandang. Segelintir fenomena tersebut mungkin kerap terlupakan dari
benak kita sebagai manusia, namun tindakan minor seperti inilah yang kadang
menghasilkan dampak buruk yang krusial terhadap lingkungan hidup manusia.
Inilah yang disebut “Toleransi Menyeluruh”, sepertihalnya manusia maka alam
semesta sebagai tempat kita bernaung juga membutuhkan keseimbangan, semua dapat
kita perbaiki dengan cara merevolusi berbagai kebiasaan buruk dalam diri,
belajar dari tindakan-tindakan kecil terlebih dahulu jika belum mampu berbuat
sesuatu yang besar. Namun, sebelum bertoleransi terhadap makhluk lain, ada
baiknya manusia memiliki rasa toleransi terhadap dirinya sendiri. Bagaimana
maksudnya? Begini, rasanya sulit untuk kita melakukan aktivitas apapun jika
jiwa dan raga kita nampak tak berdaya, toleransi kepada diri sendiri itu
penting dan dapat dilakukan sepertihalnya menjaga pola hidup sehat, tidak
memaksakan sesuatu yang di luar batas kemampuan kita, dan belajar memahami
tujuan hidup. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud toleransi
menyeluruh ialah toleransi kepada sesama umat manusia, toleransi terhadap alam
semesta dan makhluk hidup lainya, dan toleransi terhadap diri sendiri.
Mengamalkan “Bhineka Tunggal Ika”
Dilansir dari conveyindonesia, kalimat
“Bhineka Tunggal Ika” diambil dari kitab Sutasoma pada abad ke-14 karangan Empu
Tantular. Hal ini tentu menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia sedari dulu
telah menyadari kemajemukan dan keragamanya, baik dari segi etnik maupun agama.
Semboyan ini menjadi acuan masyarakat Indonesia untuk dapat saling menerima
kelebihan dan kekurangan satu sama lain, meskipun zaman telah bergeser hingga
era Revolusi Industri 4.0 namun falsafah dan nilai-nilai Pancasila harus tetap
lekat, tidak boleh luntur, dan harus selalu diturunkan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Masa depan Indonesia tergantung di tangan anak-anak muda
yang hidup di era saat ini, belum lagi bonus demografi yang akan dialami oleh Indonesia
semakin menguntungkan bila populasinya dapat diarahkan kepada sasaran yang
tepat yaitu mendorong kemajuan bangsa di masa mendatang.
![]() |
Source : Olah Data Pribadi |
Mengamalkan makna “Bhineka Tunggal Ika” tidaklah rumit, dapat dimulai dengan berbagai tindakan kecil sepertihalnya para orangtua yang mengajarkan anaknya mengenai nilai-nilai gotong royong, cara berlaku adil, dan cara berperangai santun. Lebih dari itu, berikut beberapa inisiatif perilaku toleransi yang dapat kita terapkan di kehidupan sehari-hari :
- Mengisi hari-hari dengan belajar berbagai hal positif baik dari lingkungan sosial ataupun dunia maya
- Selalu mengucap salam dan berlaku santun kepada sesama manusia terutama kepada orang yang lebih tua
- Jangan pernah tinggalkan ibadah guna menghidupkan suasana hati dan pikiran yang damai
- Selalu mencari sisi positif atas setiap perbedaan yang ada di sekitar kalian semisal perbedaan agama, ras, atau suku dengan kerabat atau teman.
- Memperteguh rasa Nasionalisme dan Patriotisme terhadap Negara dengan cara mengamalkan nilai-nilai pancasila.
- Jangan mudah terprovokasi dengan berbagai isu dan pemberitaan di media sosial atau masa.
Tentunya
masih banyak amalan lain yang dapat dilakukan guna menghidupkan rasa
kebhinekaan kalian terhadap lingkungan kehidupan sehari-hari. Belum lagi
sepanjang tahun 2020 hingga awal tahun 2021 ini, masyarakat dunia dan Indonesia
masih dihantui oleh carut-marutnya pandemi Covid-19, seolah tak ada hentinya
wabah ini terus menjalar tanpa toleransi ditambah lagi dengan berbagai rentetan
kejadian bencana alam yang memilukan. Disinilah sisi humanis kita sebagai
bangsa diperlukan, lupakan perbedaan ras, etnis, golongan, agama, dan
kepentingan, mulailah bersatu dan bersinergi untuk saling berdonasi dan
menguatkan satu sama lain. Dukungan moral dan materil sangat diperlukan bagi
masyarakat yang terkena dampak penularan Covid-19 dan bencana lainya, dan
percayalah bahwa bunga yang indah itu akan segera mekar di bumi pertiwi, sedih
tak akan selamanya namun kebahagiaan akan abadi.
#MeyakiniMenghargai
Tema : Berbeda Tetap Bersama
Sub Tema : Toleransi
Posting Komentar